Kamis, 02 Februari 2012
Kewirausahaan sosial (social entrepreneur)
19.05 | Diposting oleh
Desti Wulandari |
Edit Entri
Kewirausahaan sosial
(social entrepreneur)
Pengertian Kewirausahaan
Sosial
Social Entrepreneurship merupakan
sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Gabungan dari dua kata, social
yang artinya kemasyarakatan, dan entrepreneurship yang artinya
kewirausahaan. Pengertian sederhana dari Social Entrepreneur
adalah seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship
untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi
bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (healthcare)
(Santosa, 2007).
Kamus Oxford mengartikan kata
entrepreneur sebagai "A person who undertakes an entreprise or business,
with the chance of profit or loss", seseorang yang bertanggung jawab atas
sebuah bisnis dengan memikul risiko untung atau rugi. Entrepreneur dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu business entrepreneur dan social
entrepreneur. Perbedaan pokok keduanya utamanya terletak pada pemanfaatan
keuntungan.
¯ business
entrepreneur, keuntungan yang diperloleh akan dimanfaatkan untuk ekspansi
usaha,
¯ social
entrepreneur keuntungan yang didapat (sebagian atau seluruhnya) diinvestasikan
kembali untuk pemberdayaan "masyarakat berisiko".
Namun dalam tren global,
dikotomi semacam itu kian kabur, sebab mereka (business entrepreneur dan social
entrepreneur) sesungguhnya berbicara dalam bahasa yang sama, yaitu inovasi,
manajemen, efektivitas, mutu, dan kompetensi.
Social entrepreneur adalah
orang-orang yang berupaya menciptakan perubahan positif atas persoalan yang
menimpa masyarakat; masalah pendidikan, masalah kesehatan, atau masalah
ekonomi. Menariknya, kewirausahaan
sosial belakangan terbukti kian mampu menyelesaikan berbagai macam persoalan
tersebut di atas.
masyarakat social entrepreneur
adalah mereka yang berjuang merajut hidup demi dan atas nama kemaslahatan
sosial. Mereka berikhtiar membentangkan serangkaian tindakan untuk membantu
penciptaan masyarakat sosial yang makmur dan bermartabat.
Kemampuan – kemampuan yang harus dimiliki untuk menjadi entrepreneur
adalah :
©
Kemampuan yang inovatif
©
Toleransi terhadap suatu prinsip yang berbeda
©
Keinginan untuk berprestasi
©
Kemampuan yang mempunyai
perencanaan yang realistis
©
Kepemimpinan yang
berorientasi pada tujuan
©
Objekfitas
©
Tanggung jawab
©
Kemampuan berdaptasi
©
Tingkat komitmennya tinggi
©
Kemampuan sebagai pemodal
©
Kemampuan menganalisa
Tipe – tipe kemampuan yang dibutuhkan entrepreneur :
1. Kemampuan Entrepreneur seseorang :
©
Mempunyai disiplin
©
Percaya diri
©
Berani memulai
©
Inovator
©
Perubahan
©
Teguh / Pantang Menyerah
©
Visi
©
Kemampuan untuk memimpin
©
Network building
©
Mempunyai tim
©
Inter personal
2. Bisnis Management Skill :
©
Berani membuat keputusan
©
Human person
©
Marketing / Pemasaran
©
Accounting / Akutansi
©
Management
©
Kontrol
©
Negosiasi
©
Pengembangan usaha
©
Pengembangan management
Secara luas, kita dapat mengatakan bahwa social entrepreneurship merupakan
istilah dari segala bentuk aktivitas yang bermanfaat secara sosial. Entrepreneur sosial adalah orang - orang
yang mampu menciptakan sesuatu yang dapat mempengaruhi paradigma dan memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dalam kepentingan nirlaba maupun prolaba, entrepreneur
sosial bergerak dengan tujuan menyelesaikan masalah sosial.
Social
entrepreneurship atau kewirausahaan social merupakan suatu
usaha/bisnis yang dibuat oleh orang kemungkinan besar dibidang pendidikan,
kesehatan, lingkungan dan dibidang lain yang membutuhkan manusia. Menurut J.
Gregory Dees kewirausahaan sosial menggabungkan semangat misi sosial dengan
citra disiplin bisnis seperti, inovasi, dan penetapan umumnya yang terkait.
Seorang wirausahawan social berbeda dengan seorang wirausaha bisnis karena entrepreneur social bukan hanya untuk mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting adalah factor sosialnya yaitu masyarakat. Seorang entrepreneur social sangat memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bukan pada penciptaan kekayaan. Kekayaan hanya sarana untuk mencapai tujuan bagi para pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu dituntut oleh pasar untuk menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka peroleh dari hasil usaha sebagai ukuran keberhasilan mereka.
Menurut Karen Braun , wirausahawan
sosial adalah seseorang yang mengenali masalah sosial dan menggunakan strategi
kewirausahaan untuk memberanikan diri menghadapi risiko sebagai pemimpin
perubahan sosial ke arah positif.
Social Entrepreneurship tersusun
atas dasar 3 aspek:
¯ Voluntary
Sector bersifat suka rela.
¯ Public
Sector menyangkut kepentingan publik bersama.
¯ Private
Sector adalah unsur pribadi atau individual yang bersangkutan, bisa termasuk
unsur kepentingan profit.
Tantangan Kewirausahaan Sosial
bagi
social entrepreneur keuntungan yang
didapat (sebagian atau seluruhnya) diinvestasikan kembali untuk pemberdayaan
"masyarakat berisiko".
tantangan paling krusial dan
paling mendesak untuk dipecahkan adalah bagaimana mencetak entrepreneur itu sendiri. Sosiolog David McClelland menyebut, bila
ingin menjadi negara maju, maka 2 persen warga harus menjadi entrepreneur, dengan rumus; satu orang
wirausaha member pekerjaan kepada 8 orang lainnya. seseorang yang dapat melihat tantangan sebagai peluang
dan memperjuangan penciptaan nilai multidimensi dalam setiap bentuk usaha
mereka.
2% telah menjadi patokan banyak orang mengenai jumlah entrepreneur di Indonesia. Stereotip
yang memaku pikiran kita dan menantikan berjuta perusahaan besar yang akan menciptakan
lapangan kerja raksasa bagi masyarakat Indonesia. Perusahaan besar yang akan
menambah jumlah buruh dan pekerja, dari perbudakan modern hingga proletarisasi.
Menganggap kaum proletariat akan selamanya menjadi objek yang butuh lapangan
pekerjaan dan hidup mengabdi pada perusahaan besar selamanya tanpa suksesi yang
berarti.
Tidak bisa kita pungkiri, meski dalam pengertian
positif, jiwa entrepreneur telah
terbentuk dengan sifat dasar inovatif, penuh akal, praktis, dan oportunis.
Masalah sosial adalah tantangan bagi mereka yang
memiliki jiwa gabungan, entrepreneur
dan kepedulian sosial. Merekalah yang akan memperjuangkan nilai multidimensi
(sosial, ekonomi, lingkungan) di setiap aspek yang mereka tekuni. Potensi besar
yang akan menciptakan perubahan. Kemampuan mereka menganalisis kondisi akan
sangat berguna untuk menciptakan keharmonisan bagi dunia. Kemampuan dan
tindakan yang dilakukan oleh seorang entrepreneur
sosial.
Potensi tersebut yang di tahun 1998 dirangkum dan
dikembangkan oleh Profesor Klaus Scwab (Pendiri dan komisaris eksekutif World
Economic Forum) ketika mendirikan Scwab Foundation for Social Entrepreneurship.
Usaha serupa juga telah dilakukan oleh Ashoka serta Muhammad Yunus dengan
Grameen Group yang dimulai di tahun 1974. Segala usaha tersebut yang berjasa
menyebarkan dan menegaskan istilah entrepreneur
sosial yang bahkan hingga tahun 1998 belum ada di kamus bahasa Perancis dan
Jerman.
Secara luas, kita dapat mengatakan bahwa social entrepreneurship merupakan
istilah dari segala bentuk aktivitas yang bermanfaat secara sosial. Entrepreneur sosial adalah orang - orang
yang mampu menciptakan sesuatu yang dapat mempengaruhi paradigma dan memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dalam kepentingan nirlaba maupun prolaba, entrepreneur sosial bergerak dengan
tujuan menyelesaikan masalah sosial.
Pada intinya, entrepreneur
yang hanya menciptakan kapitalisme baru, termasuk didalamnya technopreneur dan creativepreneur tanpa tujuan sosial, hanya akan menambah riwayat
panjang yang menjebak rakyat terhadap pencarian kerja, tanpa sedikitpun
mendapat kesempatan menjadi aktor dalam peningkatan ekonomi negara.
Social entrepreneurship atau kewirausahaan social
merupakan suatu usaha/bisnis yang dibuat oleh orang kemungkinan besar dibidang
pendidikan, kesehatan, lingkungan dan dibidang lain yang membutuhkan manusia.
Menurut J. Gregory Dees kewirausahaan sosial menggabungkan semangat misi sosial
dengan citra disiplin bisnis seperti, inovasi, dan penetapan umumnya yang
terkait.
Seorang wirausahawan social berbeda dengan seorang wirausaha bisnis karena entrepreneur social bukan hanya untuk mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting adalah factor sosialnya yaitu masyarakat. Seorang entrepreneur social sangat memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bukan pada penciptaan kekayaan. Kekayaan hanya sarana untuk mencapai tujuan bagi para pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu dituntut oleh pasar untuk menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka peroleh dari hasil usaha sebagai ukuran keberhasilan mereka.
Jika banyak dari
perusahaan-perusahaan yang memberikan charity (bantuan), maka wirausahawan
sosial menggantikan bantuan jangka pendek dengan solusi bantuan yang
berkelanjutan. Ia lebih kepada memberdayakan masyarakat
Entrepreneur social melakukan
kewirausahannya yang diawali dengan gagasan, kepekaan mereka terhadap masalah
social yang berada disekitar mereka sehingga menghasilkan sebuah gagasan yang
terkadang tidak dipikirkan oleh orang lain.Usaha mereka melibatkan masyarakat
dan masyarakat sekitarnya mendapat pengaruh dari apa yang seorang entrepreneur social usahakan. Seorang entrepreneur Social melakukan usaha
mereka berdasarkan tanggung jawab mereka terhadap lingkungannya dimaksudkan
agar usaha yang mereka lakukan dapat membawa perubahan yang baik bagi
lingkungannya.
Seorang entrepreneur social memainkan peran agen-agen perubahan di sektor sosial, seperti:
1. Mengadopsi misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial (tidak hanya nilai pribadi),
2. Mengenali dan terus-menerus mengejar peluang baru untuk melayani misi (social) tersebut.
3. Terlibat dalam proses inovasi yang berkelanjutan, adaptasi, dan belajar.
4. Bertindak berani tanpa dibatasi oleh sumber daya yang dimiliki saat ini, dan
5. Menunjukkan rasa akuntabilitas yang tinggi kepada konstituen yang dilayani dan sumberdaya yang bekerja sama
Seorang entrepreneur social adalah reformis dan revolusioner, tapi dengan misi sosial. Mereka melakukan perubahan mendasar dalam sektor sosial. Visi mereka yang terpenting. Mereka mencari penyebab masalah, bukan hanya mengobati gejala. Mereka berusaha untuk menciptakan perubahan sistemik dan perbaikan berkelanjutan. Meskipun mereka dapat bertindak secara lokal, tindakan mereka memiliki potensi untuk merangsang perbaikan global di arena yang mereka pilih, apakah itu adalah pendidikan, perawatan kesehatan, pembangunan ekonomi, lingkungan, seni, sektor atau bidang sosial lainnya.
Karen Braun juga menawarkan pendekatan transdiciplinarity untuk mengkaji
enterpreneur social.
Wirausaha sosial melihat masalah sebagai peluang untuk
membentuk sebuah model bisnis baru yang
bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukan
keuntungan materi atau kepuasan pelanggan, melainkan bagaimana gagasan yang
diajukan dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat. Mereka
seperti seseorang yang sedang menabung dalam jangka panjang karena usaha mereka
memerlukan waktu dan proses yang lama untuk dapat terlihat hasilnya. pada dasarnya agar gagasan serta ide yang kita
tawarkan bisa diterima oleh masyarakat kita harus
memiliki misi sosial di dalamnya semata-mata hanya untuk membuat masyrakat
dapat terbebaskan dari permasalahan yang terjadi. seorang jiwa wirausaha sosial (social entrepreneur)
harus mempunyai kemampuan pengelolaan risiko (risk management) agar
dapat menuntaskan apa yang menjadi idenya tersebut. Kemampuan mengelola risiko
ini merupakan suatu hal yang penting agar kita dapat memastikan bahwa program
yang ditawarkan berjalan secara berkelanjutan.
mempunyai inti pemberdayaan dalam bidang
kemasyarakatan yang bersifat voluntary atau charity (kedermawanan
dan sukarela). Dalam hal ini membentuk sebuah lembaga-lembaga sosial seperti
panti asuhan, anak asuh atau donasi untuk beasiswa di bidang pendidikan. Konsep
awal mula Social Entrepreneurship tidak menekankan pada usaha untuk
menghasilkan profit (non-profit). Jikalau ada profit, bukan menjadi tujuan
utama dan nilainya bisa dibilang kecil. Karena inti utama dalah pemberdayaan
untuk kemaslahatan bersama. Social
Peluang Kewirausahaan Sosial
Pertama, pemuda dapat menjadi
social entrepreneur dan mencetak social enterprise dengan menghimpun wirausaha.
Dengan begitu, akan tercipta social justice, yakni tiadanya penguasaan kapital
di segelintir pihak dengan tanpa empati.
Kedua, pemuda harus meningkatkan kapabilitas dan edukasi dirinya sehingga mampu melahirkan inovasi baru dalam kegiatan produksi sehingga mampu menghasilkan satu pasar ekonomi produktif yang menyejahterakan masyarakat lokal Indonesia.
Ketiga, pengusaha muda sosial haruslah berkarakter mandiri, konsiten, dan kontekstual. Mandiri berarti adanya tekad untuk membangun dan menjaga kemandirian keuangan. Konsisten dibuktikan dengan tetap berpegang teguh pada visi– misi pemberdayaan masyarakat miskin dan terpinggirkan.
Kontekstual berarti hadir untuk menjawab kebutuhan dan mengantisipasi tantangan dan peluang yang ada.
Dengan begitu, kelak ketika membicarakan pemuda dan ekonomi Indonesia, bukan lagi sekadar secercah harapan saja yang timbul. Tetapi, rakyat bisa menyaksikan bahwa harapan itu telah tegak menjadi sebuah kejayaan rakyat.
Namun dengan semangat dan kerja
sama kewirausahaan sosial di kalangan individu, komunitas, dan korporasi, hal
itu tidak mustahil diciptakan. Social
entrepreneur adalah orang-orang yang berupaya menciptakan perubahan positif
atas persoalan yang menimpa masyarakat; masalah pendidikan, masalah kesehatan,
atau masalah ekonomi.
Sesungguhnya, potensi di Tanah
Air untuk urusan mencetak sejuta entrepreneur
sangatlah besar, termasuk dengan memanfaatkan social entrepreneurship. Kalangan korporasi, terutama. Kapital
(finansial, intelektual) mereka sangat besar bila diarahkan untuk mencetak
wirausaha. BUMN, misalnya, punya Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang
bila dilakukan serius akan dapat menciptakan social enterprise, juga long
tail of entrepreneur. Serius di sini berarti melakukan pendampingan, juga
investasi waktu dan keahlian, bukan sekadar menyumbang uang asal terpenuhi
kewajiban.
Social entrepreneurship semestinya bisa mengatasi berbagai masalah
seperti kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Ketidakberdayaan masyarakat
merupakan masalah yang multidimensi dan sulit dihapuskan dari muka bumi. Saat
ini, masyarakat dapat dengan mudah menggali banyak informasi yang diperlukan
untuk mengembangkan sektor-sektor usaha yang prospektif. Dengan kejelian dan
kreativitas serta diladandasi dengan tekad yang kuat, maka upaya untuk menjadi social entrepreneur akan dengan mudah
tercapai.
Salah satu sektor wirausaha yang bakal atraktif di era Consumer 3000 adalah bisnis online berbasis media sosial (social media business). Saya perkirakan boom social media entrepreneur yang terjadi di Amerika sekira 10-15 sepuluh tahunan lalu bakal terjadi juga di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.
Seperti kita tahu boom itu telah melahirkan ikonikon seperti Mark Zukerberg (Facebook), Larry Page (Google), atau Evan William (Twitter). Ikon-ikon itu akan menjadi model dan inspirasi bagi calon-calon social media entrepreneur Tanah Air dalam mengembangkan bisnis ini.
Selain itu, kesuksesan startup-startup lokal seperti Kaskus, Koprol, atau Bhinneka. com juga menjadi akselerator tersendiri bagi bermunculannya social media startup di Tanah Air.
Apalagi setelah terjadi gelombang akuisisi kelompok usaha besar yang mulai melirik startup lokal seperti Koprol yang dibeli Yahoo!, Kaskus yang dibeli kelompok Djarum, atau Detik.com yang dibeli kelompok TransTV. Pilihan untuk menjadi social media entrepreneur menarik karena berbagai alasan.
Pertama, karena berinvestasi untuk menjadi social media entrepreneur menuntut investasi yang relatif kecil sehingga aksesibel untuk berbagai kalangan terutama kalangan muda dan mahasiswa.
Modal utamanya adalah kreativitas dalam mendayagunakan teknologi informasi untuk mengisi peluang yang muncul di pasar. "Brain is your factory!" Kedua, bisnis ini memiliki potensi luar biasa karena merupakan sunrise business di Indonesia.
Berkaitan dengan itu, dalam buku The Power of
Unreasonable People yang ditulis oleh direktur non eksekutif SustainAbility,
John Elkington dan Managing Director Schwab Foundation, Pamela Hartigan,
entrepreneur sosial berhasil menciptakan struktur yang termasuk dalam tiga
kategori atau model bisnis berbeda:
Pertama, model usaha "nirlaba pengungkit".
Usaha jenis ini bisa kita lihat dalam gerakan yang dilakukan oleh LSM, komunitas
peduli, badan amal, dan sebagainya. Model bisnis ini akan jauh lebih sulit
ditingkatkan dibanding dengan model bisnis pro-laba. Ketergantungan pada
kedermawanan orang lain, yang biasanya datang dari yayasan atau pemerintah,
akan menghalangi peluang ekspansi. Publikasi permasalahan akan meningkatan
pendanaan, sedangkan penghentian dana dari para filantropis akan mematikan
kinerja. Entrepreneur sosial yang terjebak dalam model ini bukan berarti tidak
memiliki pandangan luas dan visioner. Mereka adalah orang - orang yang bergerak
dalam lingkungan terasing yang terperangkap dalam lingkaran kemiskinan dan
terkunci oleh sistem yang terbangun. Gerakan semacam ini yang kemudian menjadi
garda depan dalam perubahan sistem tersebut.
Kedua, usaha "nirlaba hibrida". Model bisnis
ini mengalami eksperimentasi paling besar yang merupakan penggabungan
imajinatif strategi nirlaba dan pendapatan yang dihasilkan dalam satu kesatuan
dan membentuk kekuatan hibrida. Usaha ini menyediakan barang/jasa bagi populasi
yang diasingkan oleh pasar pada umumnya, tetapi menghasilkan keuntungan bukan
sesuatu yang harus dihindari. Organisasi jenis ini memiliki dua sisi, seperti
Waste Concern di Bangladesh yang merupakan prototipe usaha hibrida, memiliki
divisi nirlaba yang berfokus pada proyek percontohan energi bersih dan daur
ulang, sedangkan divisi pro-labanya berfokus pada bidang energi lestari, proyek
limbah, dan konsultan.
Ketiga, bisnis sosial, yaitu badan usaha pro-laba yang
berfokus pada misi sosial. Keuntungan dihasilkan, tetapi tujuan utamanya
bukanlah memaksimalkan pengembalian finansial bagi pemegang saham melainkan
untuk memberi keuntungan secara finansial kepada kelompok berpenghasilan rendah
serta menumbuhkan usaha sosial dengan investasi ulang. Dengan kemandirian
paenghasilan tersebut, bisnis sosial mampu menjangkau dan terus berekspansi
hingga melayani lebih banyak orang. Entrepreneur pendiri harus menerapkan peran
kepemimpinan yang kuat, sehingga akan menyulitkan susksesi. Hal tersebut dapat
teratasi dengan inisiatif entrepreneur sosial yang terlibat untuk menyalurkan
visi dan misinya kepada generasi selanjutnya.
Setiap model memiliki kekuatan dan cara masing -
masing. Persamaannya, ketiga model tersebut difokuskan pada penyelesaian
masalah sosial. Masalah yang dipandang sebagai tantangan bagi para entrepreneur
sosial dengan cara pilihannya.
Indonesia saat ini, memiliki jiwa - jiwa muda yang
tengah menimba ilmu di berbagai perguruan tinggi. ITB, UI, UGM, ITS, IPB dan
lain - lain merupakan potensi besar yang dapat mengantarkan generasi muda
memiliki pengetahuan yang luas terhadap dunia dan berkontribusi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Sudah saatnya bagi generasi muda untuk membuka
mata terhadap pergolakan yang terjadi. Sudah saatnya untuk mempersiapkan diri
datangnya perubahan radikal dan turut serta di dalamnya.
Jika kita memperjelas definisi dan meluaskan
pandangan, social entrepreneurship telah mencakup segala bidang yang dapat
diaplikasikan dan bermanfaat bagi setiap manusia. Teknologi, seni, dan ilmu
pengetahuan apapun dapat menjadi pembangun negeri jika dipertemukan oleh para
entrepeneur dengan kepedulian sosial, sociopreneur. Solusi yang perlu
dikembangkan oleh generasi muda yang sadar akan perkembangan dunia. Solusi yang
siap dikembangkan di Indonesia dengan segala sumber daya yang mendukung
pembangunan.
Dengan perkembangan social entrepreneurship di
Indonesia, kita tak lagi membutuhkan technopreneur yang hanya tahu tentang
komersialisasi teknologi dan menciptakan kapitalisme baru. Kita akan
menyangsikan keberadaan ilmuan yang mementingkan diri sendiri. Dunia tengah
berkembang, sociopreneur perlu meluaskan pandangan untuk mencari peluang.
Kesalahpahaman tentang makna sociopreneur juga harus
diluruskan. Perbedaan definisi sociopreneur di beberapa kalangan, bahkan di antara
kaum intelektual, menghambat pembentukan impian bersama untuk menebarkan jiwa
sociopreneur ini. Pada intinya, entrepreneur yang hanya menciptakan kapitalisme
baru, termasuk didalamnya technopreneur dan creativepreneur tanpa tujuan
sosial, hanya akan menambah riwayat panjang yang menjebak rakyat terhadap
pencarian kerja, tanpa sedikitpun mendapat kesempatan menjadi aktor dalam
peningkatan ekonomi negara.
Aspek penting dari social enetrpreneurship adalah menambah
kaya dan kualitas akurat suatu penelitian dalam social entrepreneurship dan pendekatan ini adala wujud harapan
tersebut.
Saya setuju dengan pendekatan ini yang menuntut pembelajaran dari penelitian, ilmu ilmiah, dan refleksi terhadap diri sendiri dan lingkungan. Karena sebagai seorang entrepreneur social dengan misi sosialnya dimana orang lain melihat suatu masalah tetapi seorang enterpreneur social melihat peluang. Berangkat dari suatu permasalahan sosial seorang enterpreneur sosial mencari solusi-solusi yang kreatif dan inovatif. Dilapangan akan ada permasalahan yang membutuhkan disiplin ilmu lain, seperti contohnya, seorang Tonny Ruttiman. Pertama ia peka terhadap suatu permasalahan yaitu masyarakat membutuhkan adanya jembatan agar mempermudah aktivitas mereka. Kemudian muncul permasalahan bagaimana agar ia dapat membangun jembatan tersebut. Yang pertama dilakaukan adalah memberdayakan masyarakat, membuat agar masyarakat tergerak untuk saling bahu-membahu menyelesaikan jembatan. Namun kemudian timbul pertanyaan bagaimana jembatan dapat dibuat? Daripada menyerah ketika kendala ditemui, pengusaha justru bertanya, "Bagaimana kita bisa mengatasi rintangan ini? Bagaimana kita bisa membuat pekerjaan ini?" Dari siniah timbulnya inovasi-inovasi penyelesaian masalah.Ini adalah proses yang berkesinambungan eksplorasi, belajar, dan evaluasi.
Tonni Ruttiman kemudian bertanya kepada orang-orang yang memang ahli. Dalam artikel diceritakan Tonny bertanya kepada perusahan tambang minyak untuk kemudian mendapat informasi bagaimana menghasilkan sebuah jembatan dengan mudah. Tonny juga mendapat bahan baku jembatan seperti cabel, pipa dan semen dari perusahaan tersebut.
Hal tersebut sebagai contoh dimana seorang enterpreneur sosial tidak bisa terpaku hanya dalam satu disiplin ilmu saja tetapi memerlukan ilmu lainnya dalam menyelesaikan proyek mereka. Ilmu tersebut bisa mereka dapat dengan cara penelitian, berhubungan dengan orang-orang ahli, mengetahui realitas masyarakat sosial di daerahtersebut dan mempelajarinya, berinovasi, dan menegevauasi setiap kegagalan dan keberhasilan proyek mereka agar kemudian dapat berkembang.
Dalam membahas social entrepreneurship terdapat tiga jenis pengabdian yang berbeda yaitu :
1. Social service provider
Social service provider adalah
bentuk pengabdian melakukan tindakan langsung. Tindakan tersebut dilakukan oleh
individu berupa program yang dapat dirasakan secara langsung oleh subyek
penerimannya. Contohnya adalah pembangunan panti jompo, panti asuhan dan
sekolah, penyantunan anak yatim,dll. Tantangannya adalah kegiatan sosial semacam
ini terbatas pada orang atau subyek yang dituju pada saat itu.Hal tersebut yang
membedakan dengan kewirausahaan sosial karena hanya memenuhi satu aspek yaitu
direct action. Keterbatasan tersebut jika dianggap sebagai suatu yang baik akan
memberikan kualitas pada programnya, dengan berkonsentrasi pada tindakan
tersebut dan subyek penerimanya.
2. Social activism
Seorang aktivis sosial adalah
bentuk pengabdian tidak secara langsung mengambil tindakan di lapangan tetapi
dengan cara mempengaruhi elemen lain yang ada di masyarakat seperti pemerintah,
Non- Govermental Organization (NGO), pekerja, dan lain sebagainya. Yanng
bertujuan untuk melakukan gebrakan terhadap sistem yang sudah mapan untuk
melakukan perubahan sosial dalam rangka pembelaan hak – hak masyarakat
luas.Jadi aktivis sosial juga hanya memenuhi satu aspek yaitu ekuilibrium
(keseimbangan) baru.
Menurut saya, Para aktivis sosial memiliki dua tantangan utama yaitu adanya batasan batasan dalam melakukan tindakan, ada penentuannya, dan terdapat dominasi dari pihak yang lebih kuat yang mungkin merasa terancam dirugikan.Mengatasi tantangan-tantangan ini membutuhkan pengetahuan teknis dan sosial dan keterampilan. Sesungguhnya individu-individu berbakat dapat mengelola sendiri. Strategis berpikir, bimbingan dan dukungan orang sekitar sangat penting, dan kontak dikembangkan melalui jaringan bisa sangat berharga bertahan dalam tantangan kedua.
3. Social entrepreneur
Kewirausahaan sosial merupakan
gabungan antara social service provider dan social activis. Yaitu menggabungkan
aspek pembentukan equilibrium baru dan menerapkan direct action sebagai cara
pelaksanaannya. Proses tersebut menunjukan bahwa seorang enterpreneur sosial
bekerja secara tidak langsung yaitu dalam hal mempengaruhi sistem seperti yang
dilakukan social activis tetapi juga langsung terjun kepada masyarakat.
Tantangan nya tentu lebih berat daripada dua lainnya. Seorang enterpreneur
menurut saya bahkan harus menyumbangkan dirinya untuk benar-benar mengabdi pada
masyarakat. Seorang enterpreneur sosial harus memiliki banyak waktu, harus
berkonsentrasi penuh dengan apa yang mereka inginkan yaitu perubahan terbaik
yang terjadi di masyarakat.
Tonny Ruttiman adalah seorang bridgebuilder. Ia mengabdi masyarakat dengan membangun jembatan bagi warga desa miskin , terutama setelah terjadinya bencana . Menurut saya ia adalah social entrepreneur karena pekerjaannya sebagai bridge builder secara cuma-cuma adalah mengutamakan kesejahteraan masyarakat dengan inovasi-inovasi, berbekal pemeberdayaan yang ia lakukan untuk menibulkan solidaritas masyarakat local. Bukan hanya membangun jembatan tetapi tonny juga mengajarkan kemandirian pada masyrakat, tonny mengajak masyarakat bergerak secara bersama untuk memenuhi kebutuhan mereka pada hal ini yaitu jembatan.Jika dikaitkan dengan artikel Pamela Hartigan yang membedakan tiga model enterpreneur. Toni Ruttiman termasuk wirausahawan sosial yang menjalankan usaha mendekati kategori Leveraged non profit.
Leveraged non profit adalah suatu model dimana seorang wiraushawan membentuk suatu kelembagaan non profit untuk membawa nilai-nilai dari inovasinya. Dengan begitulah dia memulai komitmennya kedalam ranah sosial, demi suatu perubahan masyarakat menjadi lebih baik. Sebagaimana halnya dengan lembaga privatisasi dan organisasi kemasyarakatan yang berwujud sebagai suatu relawan.
Di negara kita Indonesia sebenarnya contoh sukses Social Entrepreneurship sudah ada beberapa. Misalnya lembaga amil dan zakat seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat. Kedua lembaga tersebut adalah contoh lembaga yang awalnya merupakan inisiatif beberapa orang untuk mengadakan donasi dan voluntary untuk mengurusi masalah zakat, infak dan shodaqoh. Tapi dalam perkembangannya sangat pesat. Bisa menyerap beribu tenaga kerja. Rumah sakit bersalin gratis, mobil jenazah keliling dan berobat gratis di berbagai pos kesehatan yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia adalah contoh hasil nyatanya. Sehingga kemanfaatannya tentu saja bukan hanya dampak untuk kemaslahatan umat, tetapi juga keuntungan atau profit secara finansial.
Contoh riilnya jika di kampus adalah diterapkan di
kegiatan-kegiatan semacam KKN (kuliah Kerja Nyata). Paradigma Social
Entrepreneurship bisa dimasukkan dan diaplikasikan di situ. Dengan
pemberdayaan masayarakat secara komprehensif sehingga misalnya dapat
menciptakan lapangan kerja. Mata kuliah kewirausahaan didesain agar mahasiswa dapat
langsung mengaplikasikan Entrepreneurship, khususnya Social
Entrepreneurship. Mahasiswa diberi pinjaman modal untuk membuka usaha
sendiri selama mata kuliah KWU berlangsung. Selain itu, konsep Social
Entrepreneurship bisa lebih diperdalam dan dikembangkan di lembaga-lembaga
sosial agar lebih mantap dan matang. Seperti di Lembaga Amil Zakat Infak dan
Shodaqoh, serta lembaga sosial lain seperti untuk pemberantasan buta huruf dan
penanggulangan HIV/AIDS.
Social-entrepreneurship kita tidak
hanya membantu masyarakat akan tetapi dapat juga dapat memenuhi kebutuhan diri
sendiri.
Kemampuan Social-entreprenuers untuk memberikan
nilai tambah (value-adedd) baik kepada lingkungan sosial-nilai dan
ekonomi di lingkungan sekitarnya telah membuat kegiatan seperti ini semakin
mengambil peran vital dalam pembangunan nasional secara luas. Berkembangnya Social-entreprenuers
dapat menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat,
memberikan nilai inovasi dan kreasi baru terhadap lingkungan sosial-ekonomi
masyarakat, dapat menjadi modal sosial pembangunan nasional, dan membantu upaya
peningkatan kesetaraan (equity promotion) dan pemerataan kesejahteraan (spreading
welfare) kepada masyarakat luas.
Secara sosial-ekonomis, kegiatan Social-entreprenuers
dapat meningkatkan kesempatan kerja di masyarakat. Hal ini dikarenakan
semangat wirausaha yang menjadi basisnya, semangat untuk menciptakan lapangan
pekerjaan (to create jobs) daripada mencari kerja (to seek a job).
Orientasi Social-entreprenuers yang lebihh diarahkan pada golongan kelas
bawah (gelandangan, anak jalanan, masyarakat miskin) dapat memberikan suatu
alternatif bagi kaum tersebut untuk meningkatkan taraf hidupnya agar dapat
lebih layak.
Social-entreprenuers muncul
dengan berbagai inovasi dan kreasi terhadap jasa kemasyarakatan yang selama ini
tidak tertangani oleh pemerintah tersebut. Hal ini didukung oleh fleksibilitas
gerakan Social-entreprenuers. Sebagai contoh seorang lulusan S1 UGM asal
Cilacap yang memilih untuk bergabung dengan Koperasi di daerahnya dan berhasil
mengembangkan komoditas pisang sehingga koperasi tersebut bersama masyarakatnya
dapat menjadi slah satu suplier perusahaan makanan multinasional (Baga,
2009).
Referensi:
http://bataviase.co.id/node/201495
www.yuswohady.com
Elkington John, Pamela H. 2008. “The Power of Unresonable People : How
Social Entrepreneur creates markets that changes the world”. Havard Business
Press.
Santosa, Setyanto. 2007. ”Peran Social Entrepreneurship dalam
Pembangunan”.
http://ashoka.org
http://wikipedia.org
Label:
Tugas Kampus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me
- Desti Wulandari
- Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
- * Mahasiswi Universitas Lampung * Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik * Jurusan Sosiologi'10
Total Tayangan Halaman
Pengikut
Labels
- ✿ ♥ ✿ (1)
- 2013 m (1)
- Alone (1)
- ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL (1)
- Beberapa Cara Membaypass Login Mikrotik Wi-Fi (HotSpot) (1)
- BELIEVE (1)
- Cara Membuat Subtitle indonesia dari Film Luar (1)
- Cara Rahasia Shortcut Ctrl+Enter pada Browser (1)
- CATNIP [Nepeta Cataria] (1)
- Curhat (2)
- health (3)
- Hope (1)
- Idul Adha 1433H (1)
- Kemaro Island (1)
- LAST MESSAGE FULL MEANING OF LIFE WITH HUMILITY (1)
- Mangan (1)
- Mengenang (1)
- Mungilnya Strawberry ku_^ (1)
- Nilai dan Norma (1)
- pengetahuan (1)
- Politik Hukum (1)
- Pray (1)
- Ramadhan (2)
- Sains (2)
- SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU (1)
- STORY (4)
- Tanpa Nama ... ??? (1)
- Teknologi (1)
- Tips (2)
- Tree (1)
- Tugas Kampus (80)
- Unik (20)
Diberdayakan oleh Blogger.
6 komentar:
Sangat inspiratif, semoga saya bisa menjadi sociopreneur, amin
aamiin,,, ^_^
Sangat bermanfaat☺
Alhamdulillah 😊
makalahnya acak acakan
panjang bat,wkkwkw
Posting Komentar