Kamis, 03 November 2011
Hukum Waris Islam
09.16 | Diposting oleh
Desti Wulandari |
Edit Entri
Di negara kita RI ini, hukum waris
yang berlaku secara nasioal belum terbentuk, dan hingga kini ada 3 (tiga) macam
hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat Indonesia, yakni hulum
waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum Perdata Eropa (BW). Hal ini adalah akibat warisan hukum yang dibuat oleh
pemerintah kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu.
Kita sebagai negara yang telah lama
merdeka dan berdaulat sudah tentu mendambakan adanya hukum waris sendiri yang
berlaku secara nasional (seperti halnya hukum perkawinan dengan UU Nomor 2
Tahun1974), yang sesuai dengan bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dan
sessuai pula dengan aspirasi yang benar-benar hidup di masyarakat.
Karena itu menginggat bangsa
Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Yang tentunya
mengharapkan berlakunya hukum Islam di Indonesia, termasuk hukum warisnya bagi
mereka yang beragama Islam, maka sudah selayaknya di dalam menyusun hukum waris
nasional nanti dapatlah kiranya ketentuan-ketentuan pokok hukum waris Islam
dimasukkan ke dalamnya, dengan memperhatikan pula pola budaya atau adat yang
hidup di masyarakat yang bersangkutan.
Pembahasan tentang Hukum Waris Islam
Setiap masalah yang dihadapi oleh
manusia ada hukumya (wajib, sunat, haram, mubah), di samping ada pula
hikmahnya atau motif hukumnya. Namun, hanya sebagian kecil saja masalah-masalah
yang telah ditunjukan oleh Al-Qur’an atau sunnah dengan keterangan yang jelas
dan pasti (clear dan fix statement), sedangkan sebagian besar
masalah-masalah itu tidak disinggung dalam Al-Qur’an atau sunnah secara
eksplisit, atau disinggung tetapi tidak dengan keterangan yang jelas dan pasti.
Hal yang demikian itu tidak berarti
Allah dan Rasul-nya lupa atau lengah dalam mengatur syariat Islam tetapi justru
itulah menunjukan kebijakan Allah dan Rasul-nya yang sanggat tinggi atau tepat
dan merupakan blessing in disguise bagi umat manusia. Sebab
masalah-masalah yang belum atau tidak ditunjukkan oleh Al-Qur’an atau sunnah
itu diserahkan kepada pemerintah, ulama atau cendekiawan Muslim, dan ahlul
hilli wal ‘aqdi (orang-orang yang punya keahlian menganalisa dan memecahkan
masalah) untuk melakukan pengkajian atau ijtihad guna menetaplan hukumnya, yang
sesuai dengan kemaslahatan masyarakat dan perkemmbangan kemajuannya.
Masalah-masalah yang menyangkut
warisan seperti halnya masalah-msalah lain yang dihadpi manusia ada yang sudah
dijelaskan permasalahannya dalam Al-Qur’an atau sunnah dengan keterangan yang
kongkret, sehingga tidak timbul macam-macam interpretasi, bahkan mencapai ijma’
(konsensus) di kalangan ulama dan umat Islam. Misalnya kedudukan suami istri,
bapak, ibu dan anak (lelaki atu perempuan) sebagai ahli waris yang tidak bisa
tertutup oleh ahli waris lainnya dan juga hak bagiannya masing-masing.
Selain dari itu masih banyak masalah
warisan yang dipersoalkan atau diperselisihkan. Misalnya ahli waris yang hanya
terdiri dari dua anak perempuan. Menurut kebanyakan ulama, kedua anak perempuan
tersebut mendapat bagian dua pertiga, sedangkan menurut Ibnu Abbas, seorang
ahli tafsir terkenal, kedua anak tersebut berhak hanya setengah dari harta
pusaka. Demikian pula kedudukan cucu dari anak perempuan
sebagai ahli waris, sebagai ahli waris jika melalui garis perempuan, sedangkan
menurut syiah, cucu baik melalui garis lelaki maupun garis perempuan sama-sama
berhak dalam warisan.
Penyebab timbulnya bermacam-macam
pendapat dan fatwa hukum dalam berbagai masalah waris adalah cukup banyak. Tetapi ada dua hal yang menjadi penyebab utamanya, yakni :
1. Metode dan pendekatan yang digunakan
oleh ulama dalam melakukan ijtihad berbeda; dan
2. Kondisi masyarakat dan waktu kapan
ulama melakukan ijtihad juga berbeda.
Hal-hal tersebut itulah yang
menyebabkan timbulnya berbagai mazhab atau aliran dalam hukum fiqh Islam,
termasuk hukum waris. Maka dengan maksud mempersatukan dan memudahkan umat
Islam dalam mencari kitab pegangan hukum Islam, Ibnu Muqqafa (wafat tahun 762
M) menyarankan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur agar disusun sebuah Kitab Hukum
Fiqh Islam yang lengkap berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah,dan ra’yu yang sesuai
dengan keadilan dan kemaslahatan umat. Khalifah Al-Mansur mendukung gagasan
tersebut. Namun gagasan tersebut tak mendapat respon yang positif dari ulama
pada waktu itu, karena ulama tak mau memaksakan pahamnya untuk diikuti umat,
karena mereka menyadari bahwa hasil ijtihadnya belum tentu benar. Imam Malik
juga pernah didesak oleh Khalifah Al-Mansur dan Harun al-Rasyid untuk menyusun
sebuah kitab untuk menjadi pegangan umat Islam, karena setiap bangsa atau umat
mempunyai pemimpin-pemimpin yang lebih tahu tentang hukum-hukum yang cocok
dengan bangsa atau umatnya.
Turki adalah negara Islam yang dapat
dipadang sebagai pelopor menyusun UU Hukum Keluarga (1326 H) yang berlaku
secara nasional, dan materinya kebanyakan diambil dari maznab Hanafi, yang
dianut oleh kebanyakan penduduk Turki.
Di Mesir, pemrintah membentuk sebuah
badan resmi terdiri dari para ulama dan ahli hukum yang bertugas menyusun
rancangan berbagai undang-undang yang diambil dari hukum fiqh Islam tanpa
terikat suatu mazhab dengan memperhatikan kemaslahatan dan kemajuan zaman. Maka
dapat dikeluarkan UU Nomor. 26 tahun 1920, UU Nomor 56 tahun 1923, dan UU Nomor
25 Tahun 1929, ketiga UU tersebut mengatur masalah-masalah yang berhubungan
dengan perkawinan, perceraian, nafkah, idah, nasab, mahar, pemeliharaan anak
dan sebagainya. Hanya UU pertama yang masih diambil dari mazhab empat,
sedangkan UU kedua dan ketiga sudah tidak terikat sama sekali dengan mazhab
empat. Misal pasal tentang batas minimal usia kawin dan menjatuhkan talak tiga
kali sekaligus hanya diputus jatuh sekali. Kemudian tahun 1926 sidang kabinet
atau usul Menteri Kehakiman (Wazirul ‘Adl menurut istilah disana)
membentuk sebuah badan yang bertugas menyusun rancangan UU tentang Al-Akhwal
al-Syakhsiyyah, UU wakaf, waris, wasiat dan sebagainya. Maka keluarnya UU
Nomor 77 Tahun 1942 tentang waris secara lengkap. Di dalam UU waris ini
terdapat beberapa ketentuan yang mengubah praktek selama ini. Misalnya saudara
si mati (lelaki atau permpuan) tidak terhalang oleh kakek, tetapi mereka bisa
mewarisi bersama dengan kakek. Demikian pula pembunuhan yang tak sengaja
menggugurkan hak seseorang sebagai ahli waris.
Di Indonesia hingga kini belum
pernah tersusun Kitab Hukum Fiqh Islam yang lengkap tentang Al-Akhwal
al-Syakhsyiyah termasuk hukum waris, yang tidak berorientasi dengan mazhab,
tetapi berorientasi dengan kemaslahatan dan kemajuan bangsa Indonesia yang
mayoritas beragama Islam, baik penyusunannya itu dilakukan oleh lembaga
pemerintah atau lembaga swasta ataupun olah perorangan (seorang ulama).
Pelaksanaan Hukum Waris Islam di
Indonesia
Sejak berdirinya kerajaan-krajaan
Islam di Nusantara (Demak dan sebagainya) dan juga pada zaman VOC, hukum Islam
sudah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia sebagai konsekuensi
iman dan penerimaan mereka terhadap agama Islam.
Karena itu, pada waktu pemerintah
kolonial Belanda mendirikan Pengadilan Agama. Di Jawa
dan Madura pada tauhun1882 (Stb. 1882 Nomor 152) para pejabatnya telah dapat
menentukan sendiri perkara-perkara apa yang menjadi wewenangnya, yakni semua
perkara yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, mahar, nafkah, sah
tidaknya anak, perwalian, kewarisan, hibah, sedekah, Baitul Mal, dan
wakaf. Sekalipun wewenang Pengadilan Agama tersebut
tidak ditentukan dengan jelas.
Pada tahun 1937, wewenang pengadilan
agama mengadili perkara waris dicabut dengan keluarnya Stb. 1937 Nomor 116 dan
610 untuk jawa dan Madura dan Stb. 1937 Nomor 638 dan 639 untuk Kalimantan
Selatan.
Pengadilan Agama di luar Jawa-Madura
dan Kalimantan Selatan sampai Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia belum
terbentuk secara resmi. Namun ia (pengadilan agama) tetap menjalankan tugasnya
sebagai bagian dari Pengadilan Adat atau Pengadilan Sultan. Baru pada tahun1957
diundangkan PP Nomor 45 Tahun1957 yang mengatur Pengadilan Agama di luar
Jawa-Madura dan Kalimantan Selatan dengan wewenang yang lebih luas, yaitu
disamping kasus-kasus sengketa tentang perkawinan juga mempunyai wewenang atas
waris, hadhanah, wakaf, sedekah, dan Baitul Mal. Tetapi peraturan
yang menyatakan bahwa putusan Pengadilan Agama harus dikuatkan oleh Pengadilan
Umum tetap berlaku.
Menurut Daniel D. Lov, seorang
sarjana Amerika yang menulis buku Islamic Courts in Indonesia, hasil
penelitiannya pada Pengadilan Agama di Indonesia, bahwa pengadilan agama di
Jawa dan Madura sekalipun telah kehilangan kekuasaanya atas perkara waris tahun
1937, namun dalam kenyataanya masih tetap menyelesaikan perkara-perkara waris
dengan cara-cara yang sangat mengesankan. Hal ini terbukti, bahwa Islam lebih
banyak yang mengajukan perkara waris ke Pengadilan Agama daripada ke Pengadilan
Negeri. Dan penetapan Pengadilan Agama itu sekalipun
hanya berupa fatwa waris yang tidak mempunyai kekuatan hukum, tetapi kebanyakan
fatwa-fatwa warisnya diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bahkan di
Jawa sudah sejak lama fatwa waris Pengadilan Agama diterima oleh notaris dan
para hakim Pengadilan Negeri sebagai alat pembuktian yang sah atas hak milik
dan tuntutan yang berkenaan dengan itu. Demikian pula halnya dengan pejabat
pendaftaran tanah di Kantor Agraria.
Pada tahun 1977/1978 Badan Pembinaan
Hukum Nasional bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universita Indonesia
mengadakan penelitian di lima daerah, yakni D.I. Aceh, Jambi, Palembang, DKI
Jaya, dan Jawa Barat. Dan hasilnya antara lain adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat Islam di lima daerah
tersebut yang menghendaki berlakunya hukum waris Islam untuk mereka sebanyak
91,35%, sedang yang menghendaki berlakunya hukum waris adat sebanyak 6,65%
2. Kalau terjadi sengketa waris, maka
mereka yang memilih Pengadilan Agama 77,16%, sedangkan yang memilih Pengadilan
Negeri 15,5%
Kemudian kedua lembaga tersebut di
atas mengadakan penelitian pada tahun 1978/1979 di sembilan daerah, yakni :
Jakarta Barat, Kota Cirebon, Kota Serang, Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota
Surabaya, Kota Malang, Kota Mataram dan sekitarnya, N.T.B., dan Kota
Banjarmasin. Dan hasilnya antara lain adalah sebagai berikut :
1. Masyakarat Islam di sembilan daerah
tersebut yang menghendaki berlakunya hukum waris Islam untuk mereka sebanyak
82,9%, sedangkan yang menghendaki berlakunya hukum waris adat bagi mereka hanya
11,7%
2. Kalau terjadi sengketa waris, maka
mereka yang memilih Pengadilan Agama mengadili kasus warisnya sebanyak 68,3%,
sedangkan yang memilih Pengadilan Negeri sebanyak 27,7%.
Karena itu apabila sengketa warus
yang terjadi antara orang Islam diajukan ke Pengadilan Negeri, maka seharusnya
diputus menurut hukum waris Islam sesuai dengan agama yang bersangkutan
berdasarkan isi pasal 131 dan juga Keputusan Mahkamah Agung Nomor 109K/Sip/1960
tanggal 20-9-1960, yang menyatakan bagi golongan pribumi berlaku hukum adat,
sedangkan hukum faraid (hukum waris Islam) diberlakuka sebagai hukum adat,
karena merupakan the living law dan menjadi cita-cita moral dan hukum
bangsa Indonesia.
Karena itu, patut disesalkan apabila
kasus-kasus warisan keluarga Muslim seperti kasus warisan H. Subhan Z.E.
diputus oleh Pengadilan Negeri menurut hukum adat pada tanggal 16 Maret 1973
(Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dengan pertimbangan antara lain, “Walupun
pewaris/almarhum H. Mas Subhan adalah seorang tokoh Islam di Indonesia tidak
berarti dapat diberlakukan hukum waris Islam oleh karena almarhum/pewaris berasal
dan tempat tinggal di Jawa”.
Jelaslah, bahwa hakim Pengadilan
Negeri yang mengadili kasus H. Subhan Z.E. tersebut masih menganut teori
resepsi yang telah “usang” itu. Sebab UUD 1945 sebagai konstitusi RI dengan
sendirinya telah menghapus Indische Staatsregeling sebagai konstitusi
yang dibuat pemerintah kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu. Sebagai salah satu fakta yang menunjukkan teori resepsi
telah ditinggalkan, ialah UU Perkawinan Nomor 1/1974. Sebab di dalamnya
terdapat beberapa pasal dan penjelasannya yang menunjukkan peranan agama untuk
sahnya perkawinan dan perjanjian perkawinan dan sebagainya tanpa ada
embel-embel “yang telah diterima oleh hukum ada”.
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan
di atas, dapatlah disampaikan beberapa kesimpulan dan saran/harapan sebagai
berikut :
1. Hukum Islam khususnya hukum
keluarganya termasuk hukum warisnya telah lama dikenal dan dilaksanakan oleh
umat Islam Indonesia atas dasar kemauan sendiri sebagai konsekuensi iman dan
penerimaan mereka terhadap agama Islam. Karena itu, hukum Islam tersebut
hendaknya dijadikan sumber yang utama untuk pembentukan hukum nasional
(mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan kesadaran hukum
agamanya), di samping hukum-hukum lain yang hidup di negara Indonesia
2. Di Indonesia hingga kini belum ada
kitab/himpuna hukum Islam yang lengkap terutama mengenai hukum keluarga Islam
termasuk hukum waris Islam Indonesia, baik yang tradisional maupun yang modern.
Karena itu, hendaknya para ulama dan cendekiawan Muslim segera menyusun Himpunan
Hukum Islam tersebut tanpa terikat dengan suatu madzhab tertentu, tetapi
hukum Islam tersebut harus bisa memenuhi rasa keadilan, sesuai dengan
kemaslahatan umat, dan kemajuan zaman.
3. Akibat politik hukum pemerintah
kolonial Belanda yang hendak mengikis habis pengaruh Islam dari negara
jajahannya – Indonesia, maka secara sistematis step by step Belanda
mencabut hukum Islam dari lingkungan tata-hukum Hindia Belanda. Dan akibat
politik hukum Belanda yang sadis itu masih dirasakan oleh umat Islam Indonesia
sampai sekarang. Karena itu, sesuai dengan semangat Orde Baru yang bertekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara konsekuen dan murni, maka hendaknya
produk-produk hukum warisan kolonial dan warisan Orde Lama, dapat segera dicabut
dan diganti dengan hukum nasional yang bisa memenuhi rasa keadilan dan
kesadaran hukum rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
4. Khusus hukum waris Islam yang
ternyata diterima dan dikehendaki berlakunya oleh umat Islam di semua daerah
yang telah diteliti oleh BPHN dan Fakultas Hukum UI pada tahun 1977-1979, dan
praktek-praktel Pengadilan Agama dalam hukum waris Islam yang sangat
mengesankan; maka sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, hendaknya kedudukan dan wewenang
Pengadilan Agama disejajarkan dengan Pengadilan Negeri. Karena itu, UU tentang
Struktur dan Yurisdiksi Pengadilan Agama yang akan diundangkan nanti
benar-benar menempatkan kedudukan Pengadilan Agama sejajar dengan Pengadilan Negeri
dan wewenang Pengadilan Agama sekurang-kurangnya dikembalikan seperti semula
sebelum ada teori resepsi Snouck Hurgronje. Sebab teori resepsi ini
bertentangan dengan ajaran Islam. Sebaliknya teori reception in complexuvan
de Berg itulah yang sesuai dengan ajaran Islam.
Label:
Tugas Kampus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me
- Desti Wulandari
- Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
- * Mahasiswi Universitas Lampung * Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik * Jurusan Sosiologi'10
Blog Archive
-
▼
2011
(67)
-
▼
November
(22)
- MESIN-MESIN PEMERINTAHAN
- TEORI KONFLIK
- Paper UTS Perubahan Sosial
- PERAPIAN DATA
- SUMBER-SUMBER DATA DEMOGRAFI
- Paradigma Sosial
- SOSIOLOGI
- Paradigma-paradigma Sosiologi
- Hukum Waris Islam
- PRODUKSI
- PERKAWINAN DALAM ISLAM
- Filsafat Hukum
- Politik Hukum
- Disiplin Hukum Empiris
- Disiplin Konsep Hukum
- Disiplin Hukum Normatif
- DISIPLIN ILMU HUKUM
- SUMBER HUKUM
- KERAGAMAN ARTI DAN CARA PEMBEDAAN HUKUM
- HUKUM DAN MASYARAKAT
- Analogi
- Chi-Square
-
▼
November
(22)
Total Tayangan Halaman
Pengikut
Labels
- ✿ ♥ ✿ (1)
- 2013 m (1)
- Alone (1)
- ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL (1)
- Beberapa Cara Membaypass Login Mikrotik Wi-Fi (HotSpot) (1)
- BELIEVE (1)
- Cara Membuat Subtitle indonesia dari Film Luar (1)
- Cara Rahasia Shortcut Ctrl+Enter pada Browser (1)
- CATNIP [Nepeta Cataria] (1)
- Curhat (2)
- health (3)
- Hope (1)
- Idul Adha 1433H (1)
- Kemaro Island (1)
- LAST MESSAGE FULL MEANING OF LIFE WITH HUMILITY (1)
- Mangan (1)
- Mengenang (1)
- Mungilnya Strawberry ku_^ (1)
- Nilai dan Norma (1)
- pengetahuan (1)
- Politik Hukum (1)
- Pray (1)
- Ramadhan (2)
- Sains (2)
- SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU (1)
- STORY (4)
- Tanpa Nama ... ??? (1)
- Teknologi (1)
- Tips (2)
- Tree (1)
- Tugas Kampus (80)
- Unik (20)
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar