Jumat, 09 Maret 2012

PostHeaderIcon Dasar Perencanaan


Pengertian Perencanaan Sosial
Nicholas White seorang Direktur NGO Belgia, Chrisis group International pernah mengatakan "If we fail to plan, we plan to fail". Perencanaan pada sejatinya merupakan usaha secara sadar, terorganisir dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif yang mencapai tujuan tertentu. Kaitannya dengan perencanaan masyarakat untuk tujuan pemberdayaan maka lebih spesifik perencanaan ini disebut sebagai perencanaan sosial (Social Planning).
PBB memberikan definisi atas perencanaan sosial ini dengan meliputi tiga terma pengertian, yakni :
1.             Perencanaan sosial pada sektor sosial, perencanaan ini meliputi sektor kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan, perumahan, kependudukan dan keluarga berencana.
2.             Perencanaan sosial pada lintas sektoral, perencanaan yang lebih dari sekedar perencanaan ekonomi, akan tetapi perencanaan pada berbagai sektor.
3.             Perencanaan sosial sebagai aspek-aspek sosial dari perencanaan ekonomi.
Pada pengertian perencanaan tercakup dua dimensi penting, yaitu; perencanaan sosial sebagai perencanaan input sosial bagi perencanaan ekonomi, dan perencanaan sosial sebagai perencanaan yang ditujukan untuk menghindari, mencegah berbagai akibat sosial yang tidak diharapkan dari adanya Pembangunan ekonomi.
Pada tingkatan kesejahteraan kosial maka perencanaan ini memiliki pengertian sebagai serangkaian kegiatan yang terorganisir yang ditujukan untuk memungkinkan individu, kelompok serta masyarakat dapat memperbaiki keadaan mereka sendiri, menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada serta dapat berpartisipasi dalam tugas-tugas pembangunan.

b.          Model-model Perencanaan Sosial
Asumsi dan tujuan sebuah perencanaan sosial tergantung pada model perencanaan yang dipilih. Ada empat model dalam perencanaan:
1.                  Rasional Komprehensif
Prinsip utama model ini menunjukan bahwa perencanaan merupakan suatu proses yang teratur dan logis sejak diagnosis masalah sampai pada pelaksanaan kegiatan (penerapan program).
Karena mengandung prinsip teratur dan logis, model ini sangat mengedepankan aspek teknis metodologis yang didasarkan pada faktor-faktor, teori-teori dan nilai-nilai tertentu yang relevan.
2.                  Inkremental
Model ini terlahir sebagai penambah Model Rasional Komprehensif. Model ini mengedepankan perubahan-perubahan kecil sebagai penambah pada aspek-aspek program yang sudah ada, bukanlah mengadakan perubahan-perubahan yang bersifat radikal.
Sebenarnya yang paling penting pada model ini bahwa dalam perencanaan hanya ditentukan choice yang lebih diutamakan terhadap policy yang berbeda secara marginal.
3.                  Mixedscanning (Pengamatan terpadu/ Penyelidikan Campuran)
Model ini merupakan model jalan tengah dari kedua model sebelumnya. Model perencanaan ini dikembangkan oleh Amitas Etzioni melalui karyanya Mixedscanning: A Thord Approach to Decision Mixedscanning. Benang merah model ini adalah tambahan-tambahan dari model Rasional Komprehensif yang lebih pada fundamental dengan menjajaki alternatif-alternatif utama yang dihubungkan dengan tujuan-tujuan dan Model Inkremental yang disusun diatas keputusan-keputusan fundamental. Dari keduanya dengan model ini didapatkan hal-hal yang ditail dan spesifik sebagai keseluruhan pandangan.
4.                  Transaksi
Secara gamblang model ini lebih mudah dipahami karena model ini hanya menekankan suatu model perencanaan yang mengedepankan interaksi dan komunikasi antara planner dengan penerima perencanaan (pelayanan).

c.                      Proses Perencanaan dalam Pemetaan Sosial
Pada proses perencanaan ini ada hal-hal yang harus dilewati dan dimengerti secara sistematis, yaitu identifikasi masalah. Identifikasi masalah sangat erat kaitannya dengan asesmen kebutuhan (Need Assesment). Asesmen kebutuhan dapat diartikan sebagai penentuan besarnya atau luasnya suatu kondisi dalam suatu populasi yang ingin diperbaiki atau penentuan kekurangan dalam kondisi yang ingin direalisasikan.
Mengenai ini Earl Rubington dan Martin Weinberg dalam karya mereka The Study of Social Problem mendefinisikan masalah sosial sebagai an alleged situation that is incompatible with the values of significant number of people who agree that action is needed to alter the situation. [5]
Dari paparan dan Rubington dan Martin tersebut, setidaknya ada empat pengertian dasar dalam permasalahan sosial, yaitu;
a.             An Alleged situation (situasi yang diungkapkan atau dinyatakan).
b.            Incompatible with value (kondisi yang tidak sesuai dengan nilai atau moral ataupun hal-hal yang dianggap layak).
c.             A significant number of people (kondisi ini dinyatakan oleh beberapa orang penting atau para ahli sebagai suatu permasalahan sosial).
d.            Action is needed (mengenai situasi dan kondisi ini diungkapkan perlu adanya suatu aksi sosial atau aksi perubahan).
Kaitannya dengan asesmen kebutuhan ada lima jenis kebutuhan yakni :
a.              Kebutuhan absolut, yaitu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia agar dapat mempertahankan kehidupannya (survive)
b.             Kebutuhan normatif, adalah kebutuhan yang didefinisikan oleh ahli atau tenaga profesional dimana kebutuhan ini biasanya didasarkan atas dasar tertentu
c.              Kebutuhan yang dirasakan, adalah sesuatu yang dianggap oleh oarang sebagai kebutuhannya
d.             Kebutuhan yang dinyatakan, adalah kebutuhan yang dirasakan yang kemudian berubah atau diubah menjadi kebutuhan yang dinyatakan sebagai kebutuhan yang penting berdasarkan banyaknya permintaan atas kebutuhan tersebut
e.              Kebutuhan komparatif, adalah kebutuhan hasil perbandingan dari wilayah-wilayah yang berbeda untuk kelompok masyarakat yang memiliki karekteristik yang sama.
Menjadi tolak ukur penting pula dalam perencanaan setelah tahapan identifikasi masalah, adalah bagaimana kejelian seorang perencana melakukan pemetaan sosial.
Edi Suharto, Ph.D merekomendasikan sedikitnya ada tiga metode dan tehnik dalam Pemetaan Sosial.
1.             Social Survey, adalah pengumpulan informasi standar dari sampel orang atau household (rumah tangga) yang diseleksi secara hati-hati guna dibandingkan mengenai sejumlah orang yang relatif banyak pada kelompok sasaran tertentu.
2.             Rapid Appraisal, merupakan metode untuk mengumpulkan informasi mengenai pandangan dan masukan dari populasi sasaran dan staholders mengenai kondisi geografis dan sosial ekonomi.
Participatory, adalah metode pengumpulan data yang melibatkan kerjasama aktif antara pengumpul data dengan responden, biasanya pertanyaan-pertanyaan pada responden-pun tidak terlalu baku, melainkan hanya garis besarnya saja.



Pada tingkat Masyarakat (Community Level) biasanya perencana social bekerja pada agen-agen yang berada di bawah pemerintah ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat.
Adapun peran yang biasa dilakukan perencana sosial tingkat masyarakat adalah:
  1. Perencanaan yang bersifat sektoral yang penjangkauannya lebih pada sektor pelayanan atau populasi yang spesifik.
  2. Peranannya lebih pada memberikan masukan pada sistem perundang-undangan atau kebijakan di bidang pelayanan kesehatan, kesehatan mental atau pelayanan pada anak-anak muda.
  3. Pelayanan yang bersifat direct service, dalam 4 bentuk:
·         Menggalang dukungan untuk mencapai ideologi, program atau keuangan
·         Mengarahkan proses perubahan dalam organisasi seperti dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, Perekrutan Tenaga Ahli, Fasilitas, Pendanaan, dll
·         Menentukan wilayah pelayanan atau program.
·         Merubah atau mengembangkan komunitas atau program sosial yang berada di luar wilayah pelayanan, namun pelayanan itu penting untuk dilakukan, seperti organisasi-organisasi pelayanan internasional (IOM, SC, WVI, etc)
Pada kenyataannya yang paling banyak dilakukan oleh perencana sosial di tingkat komunitas atau masyarakat adalah perencanaan yang bersifat sektoral dan menjadi advokasi dalam memberi masukan pada sistem perundang-undangan atau kebijakan.
Umumnya lembaga-lembaga pelayanan di tingkat komunitas ini mempunyai wilayah kerja atau karakteristik kelompok sasaran yang sama, untuk itu perlu dibentuk lembaga koordinasi yang biasanya berada dibawah pemerintah, terutama lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait (Dinas, Departemen dll)
Lembaga-lembaga pelayanan sosial swasta umumnya mempunyai karakteristik memberi pekayanan pada 1 jenis pelayanan (spesifik/ spesialisasi)
Dalam melakukan perencanaan biasanya tidak pernah terlepas dari sektor-sektor terkait (lintas sektoral), dimana masing-masing lembaga mempunyai tujuan yang khusus dan populasi yang khusus. Untuk itu diperlukan satu koordinator yang dalam kerjanya menggunakan pendekatan-pendekatan holistik/ komprehensif.
Biasanya kedudukan perencana sosial dalam suatu organisasi dapat sebagai executive director yang mempunyai akses pada pembuatan kebijakan di tingkat atas, namun tidak mempunyai akses pada pelaksanaan perencanaan yang telah dibuat. Posisi lainnya adalah berada di antara menejerial dan operasional atau berada di dua posisi ini sekaligus, mereka biasanya mempunyai otoritas pada pengembangan program dan pelaksanaan program sehingga perencana dapat memahami pula implikasi dari masing-masing kebijakan/ progrma yang dibuat.
Seorang perencana sosial selalu mempunyai tugas dan tanggung jawab sesuai dengan pekerjaannya, dan setiap perencan juga mempunyai atribut yang melekat dalam diri mereka yang sedikit banyak juga turut mempengaruhi perencanaan yang mereka buat.
Adapun atribut tersebut adalah Ideologi (sekumpulan nilai-nilai); Karakter (dapat mempengaruhi dalam melihat masalah); Pengetahuan, keterampilan dan pengalaman; serta Kepribadian dan Kredibilitas perencana.
Ideologi mempunyai pengaruh dalam melihat masalah, seperti mereka yang mengusung ideologi konsensus selalu menekankan pada kesatuan, memilih masalah yang memang dirasakan oleh sebagaian besar masyarakat, tidak memihak karena mereka umumnya menghindari konflik atau kompetisi, mereka biasanya mengutamakan kompromi, negosiasi. Sedangkan mereka yang mengusung ideologi konflik umumnya mereka fokus pada satu kelompk masyarakat tertentu (spesifik) tidak terlalu mementingkan kepentingan umum atau nilaia-nilai yang berlaku umum, umumnya lebih menempatkan diri mereka sebagai partisanlebih memeperhatikan atau menekankan pada kekuasaan dan pengaruh politik dan peran yang biasa dilakukan dengan melakukan aksi sosial maupun konflik.
Secara umum nilai-nilai yang tidak boleh hilang dalam melakukan perencanaan sosial adalah nilai-nilai sosial seperti HAM, kemanusiaan, keadilan, dll.
Karakter ini dapat dilihat dari bagaimana cara perencana memilih permasalahan. Biasanya ada perencana yang lebih melihat masalah dari ketertarikan atau interest perencana atau lebih pada kesesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Mereka yang seperti ini dikenal sebagai operasionalist yaitu orang yang hanya tahu apa yang pernah mereka lakukan, menggunakan metode yang pernah mereka gunakan sehingga perencana seperti ini tidak berkembang, hanya sebagai pelaku berdasarkan hukum-hukum dari instrumen perencanaan yang sudah ada.
Bentuk kedua adalah mereka yang memulai dengan mencari data selengkap-lengkapnya, penekanan pada kelengkapan data. Kegiatan perencanaan baru dilakukan setelah kajian dilakukan dan pemahaman terhadap permasalahan dipahami secara menyeluruh. Kendala yang dihadapi adalah terlalu lama waktu yang dibutuhkan dalam pengumpulan data, sehingga energi habis diawal proses pembuatan perencanaan sedangkan biasanya perhatian akan berkurang ketika melakukan perencanaan dan pelaksanaan program.
Bentuk ketiga adalah perencana sosial yang mengutamakan kepuasan dari kelompok sasaran/ klien/ stake holder. Biasanya mereka melakukan pengamatan keadaan kelompok sasaran saat ini dan melakukan observasi pada masalah-masalah sosial serta implikasinya. Perencana lebih menekakan pada pentingnya proses dan hasil. Aksi atau pelaksanaan kebijakan atau program selalu ditentukan pada apa yang fisibel dan apa yang tidak.
Pengetahuan dan keterampilan turut mempengaruhi perencana dalam melihat permasalahan. Pengetahuan dan keterampilan didapat dari teori dan pengalaman. Yang dimaksud dengan Keterampilan diantaranya negosiasi, diagnosa masalah, menentukan masalah, dll. Perencanaan akan efektif jika antara pengetahuan dan keterampilan dapat menjangkau kegiatan organisasi, kebutuhan, keinginan dan karakter dari populasi.
Kepribadian dan latar belakang kehidupan perencana turut menetukan sukses tidaknya suatu perencanaan. Kredibilitas seorang perencana pun turut mempengaruhi perencanaan yang akan disusun terutama kredibilitas ini dilihat dari sisi pengetahuan, keterampilan serta pengalaman yang mereka miliki.
Permasalahan yang muncul terkadang perencana dalam posisi ditengah-tengah antara masyarakat dengan seperangkat kepentingan dan kebutuhan dengan pihak-pihak pemberi kerja atau donor.
Perlu diperhatikan bahwa tidak ada value-free-social planning, maksudnya dalah masalah atau perencanaan sosial dibuat berdasarkan banyak pertimbangan yang dipengaruhi oleh banyak pihak (masyarakat, donor, lembaga, politik, negara dll)
Keuntungan mempekerjakan perencana sosial profesional diantaranya adalah
  1. Perencana sosial profesional memiliki pandangan yang lebih luas terhadap isu-isu dan problema-problema yang ada dalam setiap aspek perencanaan sosial.
  2. Perencana sosial profesional memiliki tingkat tertentu dalam hal keterampilan serta beberapa teknik analisa yang sudah diketahui bersifat umum untuk berbagai jenis perencanaan sosial.
Perencana Sosial Profesional ini biasanya berasal dari:
  1. Mereka yang memulai karirnya dengan mengkhususkan diri pada satu bentuk atau jenis pembangunan sosial atau perencanaan sosial, kemudian melanjutkan minat atau perhatiannya pada aspek-aspek perencanaan sosial yang lain.
  2. Mereka yang bekerja sebagai administrator umum atau perencanaan pembangunan yang meningkatkan suatu minat tertentu dalam aspek-aspek sosial di dalam pembangunan dan perencanaan.
  3. Mereka yang memilik latar belakang pendidikan sosiologi, kesejahteraan sosial antropologi atau bidang ilmu lainnya yang mengambil keputusan untuk memanfaatkan keterampilan akademisnya dalam praktek.
  4. Mereka yang khusus di didik atau dilatih sebagai perencana sosial.
Terdapat 4 komponen penting yang harus ada dalam latihan perencanaan sosial, diantaranya:
  1. Pengantar studi pembangunan secara umum dan khususnya formulasi kebijaksanaan dan pembangunan sosial.
  2. Pengantar struktur pemerintahan dan administrasi serta peran peran dan metode perencanaan pembangunan.
  3. Analisa peran perencanaan sosial dalam berbagai bentuk.
  4. Batasan-batasan mengenai keterampilan dan teknik dasar yang dibutuhkan perencanaan sosial.
Setelah pelatihan para perserta didik harus diberikan kesempatan untuk menspesialisasikan diri pada aspek-aspek atau bentuk perencanaan sosial tertentu.
Mengatasi Permasalahan Penolakan Pada Pembaharuan
 
Faktanya organisasi atau masyarakat sulit untuk menghadapi perubahan, karena mereka sudah mempunyai rutinitas yang sudah mereka mengerti atau jalani. Selain itu perubahan biasanya berkorelasi dengan masalah keuangan.
Apalagi suatu oerganisasi yang sudah lama melakukan penanganan masalah sosial, umumnya mereka sudah mempunyai mekanisme yang mapan sehingga ada ke engganan untuk melakukan perubahan.
Perubahan memang tidak dapat dilakukan dengan paksaan, seorang perencana harus berusaha untuk meyakinkan dan dilakukan secara perlahan dengan mengikut sertakan orang-orang yang berkepentingan dalam proses perubahan yang dilakukan.
Ada beberapa alasan mengapa terjadi penolakkan pada perubahan diantaranya:
  1. Merasa terhina jika perubahan ataupun usulan perubahan itu datang dari pihak luar.
  2. Adanya alasan kuangan, ketidaktersediaan dana untuk melakukan perubahan atau perubahan dirasakan tidak efisien sehingga dirasakan terlalu banyak membutuhkan biaya.
  3. Perubahan akan mengganggu proses menejemen, karena perubahan biasanya menuntut adanya penambahan atau perubahan keterampilan atau pengetahuan dan konsekuensinya membutuhkan tenaga baru seklaigus akan mengganggu status quo.
  4. Dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapai kondisi atau situasi seperti saat ini sedangkan perubahan menuntut pengambilan risiko yang cepat.
Seorang perencana harus berusaha dengan segala kemampuan dan pengetahuan serta pengalamannya untuk tetap melakukan perubahan dengan menggunakan prosedur-porsedur dan teknik-teknik perencanaan dan perubahan yang terjadi nanti harus etap sesuai dengan tujuan atau visi misi dari lembaga yang bersangkutan atau masyarakat.
Pada kenyataan yang terjadi secara umum bahwa sebuah organisasi baru atau pegawai baru lebih banyak dari mereka yang mau mengambil risiko karena mereka umumnya masih mempunyai semangat yang tinggi, dan lama kelamaan suatu organisasi atau pegawai itu makin mapan dan berkembang sehingga mulai terbentuk suatu prosedur dan peraturan-peraturan yang mulai di formalkan. Kemudian suatu organisasi atau pegawai mulai memikirkan bagaimana cara untuk bertahan (survive) dan mulai memikirkan bagaimana membuat organisasi mereka itu lebih maju ketimbang memikirkan penemuan-penemuan baru yang kemungkinan akan mengganggu status kemapanan yang telah dicapai. Karena perubahan juga tidak selalu menjamin adanya suatu inovasi dan suatu inovasi juga tidak selalu menghasilkan pelayanan yang efektif atau lebih baik.
Perubahan biasanya terjadi karena adanya tuntutan perluasan wilayan pelayanan dan atau ada data baru tentang program tertentu, sehingga suatu organisasi harus merekrut tenaga baru dengan ide-ide baru serta pengetahuan dan keterampilan yang lain. Namun kenyataannya perekrutan tenaga baru cukup memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, jika perekrutan dilakukan oleh lembaga khusus yang menangani perekrutan terkadang hasilnya kurang memuaskan karena lembaga tersebut kurang mengakomodir keinginan lembaga yang berkepentingan sehingga jika ingin memanfaat lebaga seperti ini harus diterangkan dengan tepat tenaga baru yang dibutuhkan secara detail.
Permasalah yang berkaitan dengan perubahan adalah kaena adanya hambatan pada keterbatasan sumber daya, biaya dan pembagian tugas. Bahkan terkadang hambatan ini sudah mendarah daging dalam tubuh suatu organisasi sehingga mereka pun tidak mengetahui jika mereka mempunyai permasalahan. Dalam hal ini perencana sosial dapat bertindak sebagai fasilitator atau penghubung antara lembaga dengan sumberdaya terkait. Terkait dengan biaya atau sumber dana biasanya suatu lembaga telah memiliki alokasi dana yang tetap, namun dengan adanya perubahan dapat mengganggu stabilitas dana yang ada, mereka sudah menginfestasikan dana mereka pada fasilitas, tenaga ahli (terutama dalam hal pelatihan tenaga menjadi tenaga profesional).
Terdapat beberapa strategi dalam mengingkatkan penerimaan lembaga atau masyarakat terhadap perubahan diantaranya:
  1. Pendidikan untuk perubahan biasanya berbentuk workshop, seminar, pelatihan yang bertujuan uantuk mengembangkan profesionalitas dan pengembangan keterampilan. Strategi ini dapat berhasil apabila peserta pendidikan terlibat langsung dalam penyusuna atau pelaksanaan program atau kebijakan. Selain itu peserta didik mempunyai pengalaman lapangan serta peserta didik harus mempunyai otoritas untuk melakukan peribahan atau keterampilan baru mereka.
  2. Adaptasi dengan sumber daya yang terbatas, dimana lembaga pelayanan harus beradaptasi terhadap sumber daya yang terbatas dengan mengembangkan fungsi atau pelayanan yang sesuai dan dapat memanfaatkan sumber daya yang terbatas tersebut.
  3. Melakukan pengurangan insentif, dimana setiap perubahan yang dilakukan selalu berimplikasi pada masalah dana sehingga seorang perencana harus pandai melakukan negosiasi dimana jika perubahan itu dilakukan dengan paksaan akan menghasilkan penolakan, namun perubahan itu dapat dilakukan dengan menonjolkan keuntungan yang didapat dan cara yang tidak merugikan organisasi atau masyarakat.
  4. Semakin banyak perubahan yang terjadi maka semakin banyak pula aktifitas/ tenaga ahli. Perubahan juga membawa berbagai variasi dan inovasi pelayanan
  5. Menggunakan jasa konsultan untuk meningkatkan penerimaan inovasi/ perubahan. Konsultan dapat memberikan masukan atau berbagi pengalaman mereka dalam membantu lembaga-lembaga pelayanan sosial lainnya, walaupun terkadang memang mereka tidak mempunyai pengalaman yang sama dengan lembaga yang akan dibantu, namun pengalaman lain pun dapat membantu banyak untuk mengadakan perubahan.
  6. Shake up ini tidak menjamin perubahan yang permanent. Shake up hanya membuat guncangan kecil pada system, kemudian akan mendorong untuk terjadinya perubahan pada struktur dan komponen-komponen untuk mencapai tujuan organisasi.
  7. Menghubungkan 2 lembaga yang mempunyai program pelayanan yang sama atau yang mempunyai ideologi yang berbeda atau metode yang berbeda pula untuk saling bekerjasama. Umumnya lembaga yang satu lebih baik daripada lembaga yang lainnya, sehingga ada tranfer pengetahuan, keterampilan dan pengalaman.
  8. Perubahan juga harus memperhatikan pihak-pihak yang mengalami dampak langsung dari perubahan. Karena umumnya penolakan akan perubahan itu berasal dari pihak yang dirugikan.
  9. Perubahan yang terjadi dapat saja menyebabkan adanya tindakan menutup diri dan penolakan, untuk itu maka perubahan harus berjalan secara perlahan dan berkelanjutan. Terkadang perubahan itu tidak perlu terjadi pada semua bidang, jika program pelayanan masih dapat atau masih layak maka dapat dipertahankan.
  10. Program pelayanan dapat saja dipertahankan karena masih layak, dikembangkan jika program tersebut kurang efektif dan efisien dan dihilangkan diganti dengan program pelayanan baru.
  11. Organisasi selalu berusaha untuk mempengaruhi para perencana, demikian sebaliknya perencana pun akan berusaha untuk mempengaruhi lembaga dimana dia bertugas. Lembaga selalu berusaha mencagah intervensi dari perencana. Untuk mengatasi hal ini maka perencana tidak boleh berasumsi bahwa Ia mengetahui segalanya, dalam melakukan perencanan perencana harus memperhatikan semua hal yang berkaitan dengan lembaga termasuk didalamnya ideology, kepentingan dan lain sebagainya. Kerjasama dan kolaborasi sangat dibutuhkan dan menentukan.

Daftar Pustaka

[1]  Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Refika Aditama, Bandung; 2005. h. 71
[2]  Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 72
[3]  Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 72
[4] Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h.72-75
[5]  Ed. Earl Rubington and Martin S. Weinberg, The Study of Social Problem; Seven Persfectives, Oxford University Press, New York; 1995. h. 4
[6]  Ed. Earl Rubington and Martin S. Weinberg, The Study of Social Problem; Seven Persfectives, Oxford University Press, New York; 1995. h. 5-6
[7]   Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Refika Aditama, Bandung; 2005. h. 76-77
[8] Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Refika Aditama, Bandung; 2005. h. 90-92
 
Conyers, Diana. (1991). Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Ed 2. (Penerjemah: Susetiawan). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Lauffer, Armand. (1978). Social Planning at The Community Level. USA: Prentice Hall.

Referensi : 
 
 

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Desti Wulandari
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
* Mahasiswi Universitas Lampung * Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik * Jurusan Sosiologi'10
Lihat profil lengkapku

Total Tayangan Halaman

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
Chococat is a registered trademark of Sanrio Co., Ltd. ("Sanrio"), and the images are copyrighted by Sanrio.