Jumat, 09 Maret 2012

PostHeaderIcon Sosiologi Perkotaan


BAB I
 PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Kita yang hidup pada zaman muthakhir ini dapat dengan mudah mengamati dan menggambarkan apakah “kota” itu, sesuai dengan tolak ukur atau focus perhatian kita masing-masing. Oleh karena itu tidak dirisaukan jika terdapat banyak definisi tentang kota, yang mungkin satu dengan yang lainnya berbeda.  
Kota adalah suatu ciptaan peradaban umat manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban lahir dari pedesaan, tetapi kota berbeda dengan pedesaan Pedesaan sebagai “daerah yang melindungi kota” (P.J.M. Nas 1979 : 28). Kota seolah-olah mempunyai karakter tersendiri, mempunyai jiwa, organisasi, budaya atau peradaban tersendiri.

1.2              Rumusan Masalah
1.  Bagaimana sejarah pertumbuhan kota?
2.  Apa saja karakteristik?
3.  Klasifikasi kota?

1.3              Tujuan  Pembahasan
1.         Agar kita dapat mengetahui pengertian-pengertian kota menurut para ahli, serta mengetahui tentang sejarah perkembangan kota dari jaman kje jaman.
2.         Agar kita dapat lebih memahami karakteristik-karakteristik dari sebuah kota.
3.         Untuk lebih mengetahui klasifikasi/ jenis-jenis kota yang ada. Bahwa klasifikasi kota itu tidak hanya terdiri dari satu jenis saja.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pertumbuhan Kota
Sebelum membahas tentang sejarah dari pertumbuhan kota, kita akan mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian kota secara umum serta pengertian kota menurut para ahli.
Kota adalah suatu ciptaan peradaban umat manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban lahir dari pedesaan, tetapi kota berbeda dengan pedesaan Pedesaan sebagai “daerah yang melindungi kota” (P.J.M. Nas 1979 : 28). Kota seolah-olah mempunyai karakter tersendiri, mempunyai jiwa, organisasi, budaya atau peradaban tersendiri.

2.2 Beberapa pendapat para ahli mengenai kota
v  Mumford : Kota sebagai tempat pertemuan yang berorientasi ke luar. Sebelum kota menjadi tempat pemukiman yang tetap, pada mulanya kota sebagai suatu tempat orang pulang balik untuk berjumpa secara teratur, jadi ada semacam daya tarik pada  penghuni luar kota untuk kegiatan rohaniah dan perdagangan serta,kegiatan lain.
v  Max Weber: Penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannyalewat pasar setempat dan ciri kota ada pasarnya.
v  Sjoberg :  Melihat kota dari timbulnya suatu golongan spesialis non agraris dan yang berpendidikan merupakan bagian terpenting
v  Mayer : Kota sebagai tempat bermukim penduduknya.
v  Prof. Bintarto (1984 : 36) Kota adalah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh strata sosial ekonomi yang heterogen serta corak matrialistis. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 4/1980 Kota adalah wadah yang memiliki batasan administratif wilayah seperti kotamadya dan kota administrasi.


2.3 Adapun sejarah pertumbuhan kota, di dalam perkembangannya sebuah kota berdasarkan tahap perkembangannya kota dimulai dari tahap :
1.      Eopolis yaitu tahap perkembangan daerah kota yang sudah diatur ketahap kehidupan    kota (kota kecamatan
2.      Polis yaitu tahap perkembangan kota yang masih ada pengaruh kehidupan agraris (kota kabupaten)
3.      Metropolis, yaitu tahap perkembangan kota sudah mengarah ke sektor industri.
4.      Megapolis, yaitu tahap perkembangan kota yang telah mencapai tingkat tertinggi diantaranya dengan dengan pemekaran atau perluasan kota
5.      Trianopolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya sudah sulit dikendalikan baik masalah lalulintas, pelayanan maupun kriminalitas
6.      Nekropolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya mulai sepi bahkan mengarah pada kota mati.

2.4 Adapun permasalahan-permasalahan yang sering terjadi di sebuah kota, antara lain:
1.      konflik (pertengkaran),
2.      kontroversi (pertentangan),
3.      kompetisi (persaingan),
4.      kegiatan pada masyarakat pedesaan, dan
5.      sistem nilai budaya

2.5 Sejarah Pertumbuhan Kota di Indonesia

Kota-kota di Indonesia telah berkembang sejak zaman dahulu. Sebagian besar, kota-kota yang tumbuh dengan cepat adalah kota-kota yang terletak di dekat pelabuhan. Pemilihan lokasi didasarkan pada potensi-potensi yang dapat dikembangkan terutama potensi sumber daya alam dan letak yang strategis.

Berdasarkan sejarah pertumbuhannya, kota-kota di Indonesia bermula dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

1.      Kota yang berawal dari pusat perdagangan.
Di Indonesia kota-kota yang berasal dari kegiatan perdagangan, antara lain adalah Surabaya, Jakarta dan Makassar. Kota-kota ini merupakan kota perdagangan yang ramai.

2.      Kota yang berawal dari pusat perkebunan.
Pembukaan lahan baru untuk areal perkebunan berdampak pada pembuatan permukiman baru yang kemudian berkembang menjadi kota. Contohnya: Sukabumi (perkebunan teh), Ambarawa (perkebunan kopi), dan Jambi (perkebunan karet).

3.      Kota yang berawal dari pusat pertambangan.
Kota-kota di Indonesia yang berkembang dari perluasan daerah pertambangan, antara lain Pangkal Pinang dan Tanjung Pandan (pertambangan timah), Palembang dan Plaju (tambang minyak bumi), Samarinda, Tarakan, Balikpapan (tambang minyak Bumi).

4.      Kota yang berawal dari pusat administrasi pemerintah.
Pada zaman penjajahan Belanda, Batavia merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Kota Batavia (Jakarta) menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia

2.6 Pertumbuhan Kota Bandar Lampung
Menyusuri Kota Bandar Lampung, maka kita akan rasakan berada di lembah perbukitan. Kota lama yang berasal dari dua kota kecil yang terpisah yaitu Tanjung Karang dan Teluk Betung, seiring dengan pertumbuhan penduduk,  yang semula adalah kota kecil yang terpisah, kini telah menjadi satu tanpa batas dengan jumlah penduduk lebih dari 800.000 jiwa.
Kota Bandar Lampung yang sekarang adalah ibu kota Propinsi Lampung, keutara berbatas dengan Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Namun dalam perkembangannya, wilayah kecamatan Natar yang terdapat Bandara Raden Inten yang pada kenyataannya telah menyatu sebagai wilayah perkotaan.

Tugu Raden Inten, Batas Kota

Dalam kurun waktu kurang dari satu dasawarsa, pertama kali penulis mengusahakan sebuah pemukiman yang kecil, daerah batas kota yang masih sepi itu telah berubah menjadi kawasan pemukiman perkotaan baru. Tugu Raden Inten, yang merupakan titik pertemuan lalulintas dari seluruh Sumatra menuju P Jawa itu telah berubah menjadi sebuah simpul ekonomi sekaligus titik transit pengguna jasa transportasi umum kesegala penjuru wilayah Lampung. Akibatnya, titik pertemuan lalu lintas ini menjadi botlenect bagi kelancaran lalulintas. Kota seperti tumbuh tanpa perencanaan mengikuti dinamikan ekonomi yang berjalan secara alamiah. Ketika daerah berkembang, sesungguhnya merupakan keuntungan bagi pemerintah dengan menaikkan dari Pajak Bumi dan Bangunan. Sayangnya, daerah batas otoritas pemerintahan tersebut justru terabaikan karena masing-masing otoritas wilayah pemerintahan tak menyentuh pembangunan agar lebih tertata. Terminal induk yang berlokasi tak jauh dari Tugu raden Inten itu menjadi kurang berfungsi dan poslantas dua polrespun didirikan hanya berseberangan jalan seolah memang menyetujui perpindahan terminal induk itu. Perniagaan dan jasapun berkembang pesat, pedagang dan restoran, tempat penitipan kendaraan yang merupakan nadi perekonomian tersendiri tanpa sentuhan pemerintah.  Botleneckpun itu mempunyai arti lain, tempat itu sering dijadikan tempat pemeriksaan surat kendaraan bermotor.

Sudut Lain Kota Bandar Lampung

Rencana jalan lingkar telah dibuat, telah dibebaskan tetapi mandeg ditengah jalan. Jalan arteri yang menhubungkan antar kabupaten adalah porsi pemerintah propinsi, agaknya pembangunan jalan itu ditinggalkan kanrena tidak terkait dengan rencana pemindahan pusat pemerintahan. Sesungguhnya, jika pusat pemerintahan itu dibangun di jalan ringroad yang sudah setengah jalan tersebut, manfaat pemindahan pusat perkantoran pemerintah lebih mempunyai arti bagi perkembangan perekonomian masyarakat Kota  Bandar Lampung.
Seperti kita tahu, bahwa propinsi lampung walaupun merupakan wilayah terdekat dengan pulau jawa yang relatif lebih maju, tetapi perkembangannya jauh tertinggal dari tetangganya itu. Sebagai produsen hasil pertanian, tidak dijumpai pusat perdagangan komoditasnya. Terminal induk rajabasa yang semakin sepi oleh karena banyaknya kendaraan umum yang pindah kesekitar Tugu Raden Inten, lebih cocok dijadikan pusat perdagagangan komoditas pertanian dan perkebunan. Demikian pula ringroad yang setengah jadi itu, jika diselesaikan akan menjadi pusat perdagangan jalur barat yang artinya akan menahan aliran lalu lintas mengarah pada titik pertemuan lalu lintas regional di Tugu Raden Inten.

Teluk Betung Dilihat dari Bukit

Kearah Bandara, jika kita lihat adalah daerah persawahan, pembangunan pusat pemerintahan di Kota kecamatan Natar, lambat laun akan mengalihkan fungsi persawahan menjadi pemukiman dan lebih jauh lagi akan mendesak Bandara Raden Inten. Banyak kerugiannya dibanding manfaatnya bagi perekonomian masyarakat.  Barangkali perlu dipikirkan lagi, perencanaan tata kota tidak perlu mengorbankan yang sudah terbangun sebab biaya yang diperlukan untuk pengorbanan tersebut lebih efektif digunakan untuk membangun wilayah lain yang belum terbangun.
Agaknya Pemprov menjadikan wilayah itu sebagai daerah idaman juga, setelah dibangunnya flyover di Natar untuk mengatasi kemacetan, kemacetan yang saat ini sering terjadi di Tugu Raden Inten, bukan menjadi masalah buat Pemprov yang ingin memindahkan pusat pemerintahan di jalur itu, mengorbankan tanaman sawit yang berfungsi sebagai paru2 kota atau menggeser bandara bukanlah menjadi persoalan.
Dengan melihat wilayah perkotaan termasuk kecamatan Natar, jika disatukan maka penduduk wilayah perkotaan akan mencapai 1 juta jiwa. Peran Pemprov yang diharapkan dapat mengkoordinator para otoritas wilayah, dengan melihat lokasi pemindahan ibukota propinsi tersebut, pada dasarnya arah pembangunan perkotaan yang ada masih bersifat proyek tanpa kajian daya dukung yang memadai.

Salah satu daerah perdagangan

Sebuah perkotaan yang sehat adalah kota yang memperhatikan polusi baik polusi tanah, air dan udara. Kemacetan lalu lintas adalah sumber polusi udara, rencana pemindahan pusat pemerintahan pada jalur padat tersebut jelas tanpa pertimbangan kepadatan lalu lintas. Mestinya Pemprov lampung melakukan kajian ulang, pusat pemerintahan dapat digunakan sebagai pemecah mobilisasi masyarakat agar tidak bermuara pada satu titik.
Seperti halnya juga pemkot, daerah yang diperlukan sebagai konservasi air telah berubah menjadi daerah pemukiman. Kota Bandar lampung jika dilihat dari topografinya merupakan daerah tangkapan air, tak heran pada akhirnya akan sama problemnya dengan kota2 lain yaitu banjir.  Jalan yang rusak dalam musim penghujan adalah pemandangan yang umum. Namun bisa terjadi ketimpangan pembangunan apabila masing2 pemegang otoritas wilayah hanya memikirkan menaikkan PBB tanpa diimbangi koordinasi dan pihak terkait.
Perkembangan kota tidak terlepas perkembangan ekonomi, majunya sebuah kota tidak terlepas dari geliat ekonominya. Bandar Lampung sebagai pusat pemerintahan, juga sebagai pusat perekonomian wilayah lampung. Jika melihat dari potensi ekonominya, sesungguhnya kota ini dapat menjadi pusat perdagangan wilayah sumbagsel. Namun, sarana dan prasarana penjunjang sebagai pusat komoditas wilayah, perdagangan masih dikuasai oleh panjang mata rantai perdagangan yang panjang yang pada akhirnya menuju pedagang besar. Mungkin perlu dibuat sentra perdagangan komoditas untuk memperpendek mata rantai melalui penyediaan sarana dan sarananya untuk meningkatkan penghasilan para petani produsen.  Penyediaan sarana dan sarana tersebut tentunya akan meningkatkan juga penghasilan pemerintah dari sektor retribusinya.
Hampir diseluruh kota di Indonesia, penghasilan utama pemerintah daerah masih pada pendapatan dari pajak bumi dan bangunan yang merupakan sektor pasif. Penentuan dilakukan dengan tarif, makin tinggi nilai pasar makin tinggi pajak ditentukan. Sedangkan pendapatan dari sektor produktif seperti hasil perkebunan dan pertanian, secara tehnis hanya mengarah pada pedagang besar dan pemungutan pada kendaraan niaga pengangkut barang, tidak melihat apakah membawa muatan atau tidak.

2.7       Karakteristik Kota
Dari aspek morfologi, antara kota dan pedesaan terdapat perbedaan bentuk fisik, seperti cara membangun bangunan-bangunan tempat tinggal yang berjejal dan mencakar langit (tinggi) dan serba kokoh. Tetapi pada prakteknya kriteria itu sukar dipakai pengukuran, karena banyak kita temukan dibagian-bagian kota tampak seperti desa misalnya, didaerah pinggiran kota, sebaliknya juga desa-desa yang mirip kota, seperti desa-desa di pegunungan dinegara-negara laut tengah.
Dari aspek penduduk. Secara praktis jumlah penduduk ini dapat dipakai ukuran yang tepat untuk menyebut kota atau desa, meskipun juga tidak terlepas dari kelemahan –kelemahan. Kriteria jumlah penduduk ini dapat secara mutlak atau dalam arti relatif yakni kepadatan penduduk dalam suatu wilayah. Sebagai contoh misalnya dia AS dan Meksiko suatu tempet dikatakan kota apabila dihuni lebih dari 2500 jiwa dan Swedia 200jiwa.
Dari aspek sosial, gejala kota dapat dilihat dari hubungan-hubungan sosial (social interrelation dan social interaction) di antara penduduk warga kota, yakni yang bersifat kosmopolitan. Hubungan sosial yang bersifat impersonal, sepintas lalu (super-ficial), berkotak-kotak, bersifat sering terjadi hubungan karena kepentingan dan lain-lain, orang ini bebas untuk memilih hubungan sendiri.
Dari aspek ekonomi, gejala kota dapat dilihat dari cara hidup warga kota yakni bukan dari bidang pertanian atau agraria sebagai mata pencaharian pokoknya, tetapi dari bidang-bidang lain dari segi produksi atau jasa. Kota berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan industri, dan kegiatan pemerintahan serta jasa-jasa pelayanan lain. Ciri yang khas suatu kota ialah adanya pasar, pedagang dan pusat perdagangan.
Dari aspek hukum, pengertian kota yang dikaitkan dengan adanya hak-hak dan kewajiban hukum bagi penghuni, atau warga kota serta sistem hukum tersendiri yang dianut untuk menunjukkan suatu wilayahtertentu yang secara hukum disebut kota
Dari karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa kota :
1)      Kota mempunyai fungsi-fungsi khusus (sehingga berbeda antara kota dengan   fungsi yang berbeda)
2)      Mata pencaharian penduduknya diluar agraris.
3)      Adanya spesialisasi pekerjaan warganya
4)      Kepadatan penduduk
5)      Ukuran jumlah penduduk (tertentu yang dijadikan batasan)
6)      Warganya (relatif) mobility
7)      Tempat pemukiman yang tampak permanen

Sifat-sifat warganya yang heterogen, kompleks, social relation, yang impersonal dan eksternal, serta personal segmentasion karena begitu banyaknya peranan dan jenis pekerjaan seseorang dalam kelompoknya sehingga seringkali tidak kenal satu sama lain, seolah-olah seseorang menjadi asing dalam lingkungannya.

2.8       Klasifikasi Kota
            Klasifikasi Kota Berdasarkan fungsi, jumlah penduduk & tingkat perkembangannya.
Seperti halnya desa, kota juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Untuk membedakannya, kota diklasifikasikan berdasarkan pada hal-hal sebagai berikut:

a. Berdasarkan jumlah penduduk, kota diklasifikasikan sebagai berikut.
1)      Megapolitan, yaitu kota yang berpenduduk di atas 5 juta orang.
2)      Metropolitan (kota raya), yaitu kota yang berpenduduk antara 1–5 juta orang.
3)      Kota besar, yaitu kota yang berpenduduk antara 500.000– 1 juta orang.
4)      Kota sedang, yaitu kota yang jumlah penduduknya antara 100.000–500.000 orang.
5)      Kota kecil, yaitu kota yang berpenduduk antara 20.000–100.000 orang.

b. Berdasarkan tingkat perkembangannya, kota diklasifikasikan menjadi:
1)      Tingkat Eopolis, yaitu suatu wilayah yang berkembang menjadi kota baru.
2)      Tingkat Polis, yaitu suatu kota yang masih memiliki sifat agraris.
3)      Tingkat Metropolis, yaitu kota besar yang perekonomiannya sudah mengarah ke industri.
4)      Tingkat Megalopolis, yaitu wilayah perkotaan yang terdiri atas beberapa kota metropolis yang berdekatan lokasinya sehingga membentuk jalur perkotaan yang sangat besar.
5)      Tingkat Tryanopolis, yaitu kota yang kehidupannya sudah dipenuhi dengan kerawanan sosial, seperti kemacetan lalu lintas dan tingkat kriminalitas yang tinggi.
6)      Tingkat Nekropolis, yaitu suatu kota yang berkembang menuju keruntuhan.



c. Berdasarkan fungsinya, kota diklasifikasikan sebagai berikut:
a)      Kota pusat produksi, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat produksi atau pemasok, baik yang berupa bahan mentah, barang setengah jadi, maupun barang jadi. Contoh: Surabaya, Gresik, dan Bontang.
b)      Kota pusat perdagangan (Centre of Trade and Commerce), yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat perdagangan, baik untuk domestik maupun internasional. Contoh: Hongkong, Jakarta, dan Singapura.
c)      Kota pusat pemerintahan (Political Capital), yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan atau sebagai ibu kota negara.
d)     Kota pusat kebudayaan (Cultural Centre), yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat kebudayaan. Contoh: Yogyakarta dan Surakarta.





BAB III
PENUTUP

3.1              KESIMPULAN
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mendorong pertumbuhan Kota Jakarta sebagai kota pelabuhan, kota dagang dan kota pusat pemerintahan adalah
  1. Fisik wilayah, di muara sungai Ciliwung dengan posisi silang antara kepulauan nusantara sehingga faktor ini mendorong Jakarta tumbuh menjadi Kota Pelabuhan, dan faktor ini  juga yang mendukung aktivitas berdagang warga. Selain itu, faktor ini juga yang menjadikan salah satu alasan pemerintah kolonial menetapkan Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Faktor ini menurut saya memberikan penentu awal bagi pembentukan suatu kota ;
  2. Aktivitas, dominasi kegiatan yang dilakukan oleh pendatang dan warga kota dalam suatu jenis kegiatan, seperti kegiatan berlabuh yang dominan dalam awal pertumbuhan Jakarta dan kemudian berkembang menjadi kegiatan berdagang yang juga dominan dilakukan di Jakarta bahkan aktivitas ini yang membuat beberapa kekuasaan pemerintahan  di awal tumbuhnya memperebutkan Jakarta;
  3. Warga kota, sebagai motor penggerak dalam berbagai kegiatan kota seperti warga kota Kalapa (kerajaan Hindu) yang memotori kegiatan pelabuhan di Jakarta, para pendatang dan warga kota yang menggerakan kegiatan perdagangan di Sunda Kelapa;
  4. Kebijakan politis, kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah yang berkuasa untuk memposisikan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara/Kota Pusat Pemerintahan menjadikan Jakarta tumbuh sebagai kota pusat administrasi. Faktor ini juga yang mendukung berkembangnya kegiatan perdagangan di Jakarta sampai saat ini.

3.2              SARAN
Menurut kami,  sebaiknya pemerintah dan masyarakat saling bekerja sama untuk dapat saling membangun pertumbuhan kota agar disetiap kota dapat menjadi kota yang mandiri serta dapat mensejahterakan seluruh masyarakat yang ada dan tinggal di kota tersebut. Namun, kita pun tidak boleh melupakan tentang keadaan yang ada di desa. 


REFERENSI


Asy’ari, Imam Sapari. Sosiologi Kota dan Desa, Surabaya : Usaha Nasional
Bintarto, pengantar geogarafi kota, LIP SPRING, LIP SPRING, Yogyakarta, 1997.
Bintarto, R. 1984. Interaksi Desa – Kota dan permasalahannya, Jakarta : Ghalia Indonesia
www.google.com

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Desti Wulandari
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
* Mahasiswi Universitas Lampung * Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik * Jurusan Sosiologi'10
Lihat profil lengkapku

Total Tayangan Halaman

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
Chococat is a registered trademark of Sanrio Co., Ltd. ("Sanrio"), and the images are copyrighted by Sanrio.